LEGAL ANOTASI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI KENDARI NOMOR : 04/Pid.Tipikor/2013/PN.Kdi

|| || || Leave a komentar

LEGAL ANOTASI
PUTUSAN PENGADILAN NEGERI KENDARI
NOMOR : 04/Pid.Tipikor/2013/PN.Kdi

Disampaikan pada acara  Focus Group Discussion (FGD) Putusan Pengadilan Tipikor Kendari a.n. Terdakwa Dr. Buhari Matta, SE.,M.Si
yang diselenggarakan oleh Pukat UMK-USAID
pada tanggal 20 Mei 2015


Oleh : Ahmad Rustan SH.,MH[1]


1.   KASUS POSISI
Dr. Buhari Matta, SE.,M.Si divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Kendari karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayata (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam kasus penyerahan pengelolaan ore nikel kadar rendah dari PT. INCO, Tbk kepada Pemda Kolaka untuk kepentingan program CSR.
2.   ISU HUKUM
1.    Apakah Pemda berwenang mengelola CSR?
2.    Apakah ore nikel kadar rendah uintuk tujuan CSR tersebut dapat dikategorikan sebagai asset daerah?

3.   ANALISIS HUKUM
Bahwa berdasarkan pertimbangan majelis pada halaman 138 paragraf pertama : Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa sejak tahun 2003 s/d sekarang menjabat sebagai Bupati Kolaka maka secara hukum ia, terdakwa yang telah menerima penyerahan ore nikel kadar rendah tersebut dengan kapasitasnya sebagi Bupati Kolaka, dan ditandatanganinya dengan pengesahan tanda tangannya di cap jabatan bupati, maka menurut penilaian majelis Hakim ore nikel kadar rendah yang diterima pemanfaatan dan pengelolaannya oleh Bupati Kolaka/Terdakwa adalah masuk dalam kategori Barang Yang Berasal dari perolehan lainnya yang sah dan/atau masuk juga barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis, maka secara hukum Ore Nikel kadar rendah yang diterima terdakwa  tersebut menjadi milik Negara/daerah dalam hal ini adalah Pemerintah Kabupaten Kolaka dan bukan milik pribadi terdakwa, oleh karena itu pengelolaan dan pemanfaatannya secara hukum harus diperlakukan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang barang milik Negara/daerah, namun pada kenyataannya ore nikel kadar rendah yang diterima Pemkab Kolaka/Bupati tidak dicatatkan sebagai barang milik daerah dan diperlakukan seolah-olah milik pribadi.
1.    Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) PP No. 6 tahun 2006 bahwa barang milik daerah antara lain :
a.    Barang yang dibeli/diperoleh atas beban APBN/APBD
b.    Barang yang diperoleh dari yang lain yang sah.
2.    Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) PP No. 6 tahun 2006 meliputi :
a.    Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis.
b.    Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dan perjanjian kontrak.
c.    Barang yang diperoleh berdasarkan kepada ketentuan Undang-undang atau,
d.    Barang yang diperoleh berdasarkan kepada Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Sesuai dengan ketentuan tersebut di atas, ore nikel kadar rendah ditafsirkan oleh hakim sebagai asset daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) huruf b PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah.
Berdasarkan Keterangan Saksi Clayton Allen Wenas, SH selaku Presiden Direktur PT. INCO, Tbk sebagai pihak yang menyerahkan ore nikel kadar rendah kepada terdakwa sebagaimana diuraikan pada halaman 50 baris 37 : “bahwa penyerahan nikel kadar rendah tersebut adalah bahagian dari Program CSR PT. INCO, Tbk”. Selanjutnya “bahwa dengan telah dilakukannnya serah terima terhadap nikel kadar rendah tersebut, maka semua hak dan kewajiban PT. INCO,Tbk berupa royalty beralih kepada Pemkab Kolaka”.
Dengan demikian, sejak semula kedua belah pihak yakni PT. INCO, TBK yang diwakili oleh Clayton Allen Wenas, SH dengan Pemkab Kolaka yang diwakili oleh Dr. Buhari Matta, SE.,M.Si dalam penandatanganan Naskah Serah Terima Pengelolaan dan Pemanfaatan Nikel Kadar Rendah pada tanggal 25 Juni 2010 menyepakati beberapa hal penting yakni ;
1.    Penyerahan pengelolaan dan Pemanfaatan Ore Nikel Kadar Rendah dari PT. Inco ke Pemda Kolaka.
2.    Ore Nikel kadar rendah tersebut diperuntukkan sebagai CSR dan pembayaran Royalti PT. Inco.

Catatan penting :
a.    Hakim keliru dalam menfsirkan Ore nikel kadar rendah sebagai asset daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) huruf b PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah. Ore Nikel Kadar rendah tersebut dianggap diperoleh melalui hibah atau sumbangan. Berdasarkan Pasal 1 angka 18  PP No. 6 Tahun 2006 bahwa “hibah adalah pengalihan kepemilikan  barang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat, antar pemerintah daerah, atau dari pemerintah pusat/pemerintah daerah kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian”.  Sementara pada Pasal 1 angka 7 PP 57 tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah diatur bahwa “Hibah adalah penerimaan daerahyang berasal dari pemerintah Negara asing, badan/lembaga internasional, pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali’. Pada kedua ketentuan tersebut mensyaratkan bahwa hibah diserahkan tanpa memperoleh penggantian dan atau tidak perlu dibayar kembali. Sementara pada naskah kerjasama pengelolaan ore nikel kadar rendah tersebut mensyaratkan pemda untuk dijadikan sebagai program CSR, pembayaran royalty dan pajak-pajak lainnya. Sehingga penerapan Pasal 2 ayat (2) huruf b PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah tidak memenuhi unsur. Kerjasama pengelolaan nikel kadar rendah dapat memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) huruf b PP No. 6 Tahun 2006 jika kerjasama tersebut tidak dimaksudkan sebagai program CSR, akan tetapi semata-mata untuk tujuan pengelolaan dan pemanfaatan ore nikel kadar rendah.
b.    Indonesia merupakan negara hukum dimana asas legalitas menjadi pilar utamanya. Maka berdasarkan prinsip ini tersirat bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan, artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan.  Secara teoritik, kewenangan yang bersumber dari peratuan perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi dan mandat[2]. Mengenai atribusi, delegasi dan mandat ini, H.D. Van Wijk/Willem Konijnenbelt mendefenisikan sebagai berikut :
§  Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan.
§  Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya.
§  Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain  atas namanya[3]. Dalam pemberian mandate, pejabat yang meberi mandate (mandans) menunjuk pejabat lain (mandataris) untuk bertindak atas nama mandans. Adapun tanggung jawab kewenangan atas dasar mandat masih tetap pada pemberi mandat, tidak beralih kepada penerima mandat[4].
Dengan demikian, perbuatan hukum yang dilakukan oleh PT. INCO, TBK yang diwakili oleh Clayton Allen Wenas, SH dengan Pemkab Kolaka yang diwakili oleh Dr. Buhari Matta, SE.,M.Si tidak dapat memenuhi unsur diperolehnya kewenangan baik secara atribusi, delegasi maupun mandat. Tegasnya, Dr. Buhari Matta, SE.,M.Si baik bertindak atas nama diri sendiri maupun atas nama Pemerintah Kabupaten Kolaka tidak memiliki kewenangan untuk menerima pengelolaan dan pemanfaatan ore nikel kadar rendah dimaksud karena ore nikel kadar rendah tersebut dikualifikasi sebagai CSR, sementara tidak adanya ketentuan yang memungkinkan CSR dapat dekelola oleh pemerintah daerah.
c.    Jika penyerahan pengelolaan dan pemanfaatan ore nikel kadar rendah tersebut bertujuan sebagai CSR, maka Naskah Serah Terima Pengelolaan dan Pemanfaatan Nikel Kadar Rendah tersebut juga bertentangan dengan berbagai ketentuan perundang-undangan diantaranya :
1.    Pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur bahwa : (1) perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. (2) tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran, (3) perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, (4) ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah”
2.    Pasal 15 (b) UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal diatur bahwa “setiap penanaman modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab social perusahaan”. Bagi perusahaan yang melanggar ketentuan tersebut, diatur lebih lanjut pada Pasal 34, yaitu berupa sanksi administrative dan sanksi lainnya meliputi (a) Peringatan Tertulis, (b) Pembatasan Kegiatan Usaha, (c). Pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau (d). pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penenaman modal.

Berdasarkan ketentuan tersebut, CSR merupakan kewajiban perusahaan yang pelaksanaannya dilakukan sendiri oleh perusahaan. Jika ore nikel kadar rendah tersebut dimaksudkan sebagai CSR, maka seharusnya PT, INCO, Tbk mengelola sendiri ore nikel kadar rendah tersebut atau dengan kata lain melakukan penjualan sendiri dan hasil penjualan tersebut dikelola kembali dengan mewujudkannya dalam bentuk program CSR yang nyata antara lain :
§  Bantuan Listrik Tenaga Surya.
§  Pengadaan bahan-bahan bangunan.
§  Bedah rumah.
§  Menyangkut kesejahteraan masyarakat.
§  Bantuan Penjahitan
§  Pengadaan bahan kayu.
§  Pengadaan alat bengkel.
§  Pengadaan air bersih.

Tidak terdapat ketentuan yang memberikan ruang kepada pemerintah daerah untuk mengelola CSR. Peran pemerintah daerah adalah melakukan monitoring Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan Sosial (Amdalsos) dan mengkaji sejauh mana perusahaan mampu memberikan tanggung jawab sosialnya kepada stakeholder khususnya pada masyarakat setempat. CSR merupakan program perusahaan sehingga pemda tidak memiliki kewenangan dalam pengelolaannya. Terkait pelaksanaan Program CSR yang diselenggarakan oleh perusahaan, Pemda dapat terlibat dalam memfasilitasi perusahaan dalam pelaksanaan CSR misalnya mengusulkan program sesuai dengan kebutuhan masyarakat kepada perusahaan, menyiapkan data-data yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk kepentingan pelaksanaan CSR, melakukan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan CSR dll. Selain itu, Pemda juga dapat mensinergikan program pengembangan pemerintah dengan program CSR perusahaan.

Konsep tanggung jawab social lebih menekankan pada tanggung jawab perusahaan atas tindakan dan kegiatan usahanya yang berdampak pada orang-orang tertentu, masyarakat dan lingkungan dimana perusahaan tersebut melakukan aktivitas usahanya. Dengan demikian bahwa perusahaan harus menjalankan aktivitas usahanya sedemikian rupa, sehingga tidak berdampak negatif pada pihak-pihak tertentu dalam masyarakat. Sedangkan secara positif hal ini mengandung makna bahwa perusahaan harus menjalankan kegiatan sedemikian rupa, sehingga dapat mewujudkan masyarakat yang lebih baik dan sejahtera[5].

Olehnya itu, CSR tidak dapat menjadi obyek hibah atau dikategorikan sebagai sumber penerimaan Negara atau asset daerah karena tidak tidak terdapat ketentuan yang mengaturnya terlebih dahulu. Prioritas pelaksanaan program CSR adalah masyarakat dan sekitar perusahaan, bukan kepada pemerintah daerah. Dalam Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2005 Tentang Hibah Kepada Daerah diatur bahwa “dalam melakukan hibah daerah harus dilakukan dengan Naskah Perjanjian Hibah daerah (NPHD)”. Sementara dasar penyerahan pengelolaan dan pemanfaatan ore nikel kadar rendah tersebut melalui Naskah Serah Terima Pengelolaan dan Pemanfaantan Nikel Kadar Rendah.  
d.    Karena kerjasama pengelolaan nikel kadar rendah tersebut tidak memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) huruf b PP No. 6 Tahun 2006, maka ore nikel kadar rendah tersebut juga tidak dapat dikualifikasi sebagai asset daerah. Sehingga Kerugian materil yang timbul dengan adanya naskah kerjasama pengelolaan dan pemanfaatan ore nikel kadar rendah tersebut merupkan kerugian dari PT. INCO, Tbk.
e.    Perbuatan hukum PT. INCO, Tbk berupa penyerahan pengelolaan CSR kepada pemerintah daerah Kabupaten Kolaka merupakan bentuk pengabaian kewajiban hukum yang bertentangan dengan Pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Pasal 15 (b) UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang pada pokoknya CSR wajib diselenggarakan sendiri oleh perusahaan. Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran hukum yang dapat dikenakan sanksi administrasi.

 KESIMPULAN
1.    Tidak terdapat ketentuan yang memberikan ruang bagi pemerintah daerah untuk mengelola program CSR. Oelhnya itu, terdakwa baik kapasitasnya sebagai pribadi, sebagai Bupati atau mewakili Pemerintah Daerah Kabupaten Kolaka tidak berwenang mengelola CSR, karena hal tersebut merupakan program perusahaan yang wajib dilaksanakan sendiri oleh perusahaan. Dengan demikian, tindakan Terdakwa tersebut merupakan tindakan maladministrasi berupa perbuatan melawan hukum dan melampaui wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 UU RI No. 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia bahwa “maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampau wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan / atau immaterial bagi masyarakat dan orang perseorangan’.
2.    Kerjasama pengelolaan nikel kadar rendah tersebut tidak memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) huruf b PP No. 6 Tahun 2006, maka ore nikel kadar rendah tersebut juga tidak dapat dikualifikasi sebagai asset daerah. Sehingga Kerugian materil yang timbul dengan adanya naskah kerjasama pengelolaan dan pemanfaatan ore nikel kadar rendah tersebut merupkan kerugian dari PT. INCO, Tbk.



[1] Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Kendari
[2] Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta, 2011. Hlm. 101.
[3] Ibid, hlm. 102
[4] Muh. Jufri Dewa, Hukum Administrasi Negara dalam Perspektif Pelayanan Publik, Unhalu Press : Kendari, 2011. Hlm. 80
[5] Franz Magnis Suseno, Etika Dasar : Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral. Kanisius, Yogyakarta, 1998. Hlm. 57-58.
/[ 0 komentar Untuk Artikel LEGAL ANOTASI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI KENDARI NOMOR : 04/Pid.Tipikor/2013/PN.Kdi]\

Posting Komentar